Minggu, 14 Agustus 2011

Penangkaran Rusa Tanjungsari, Wisata Edukatif di Tengah Hutan


  “Pengunjung tidak terlalu ramai. Apalagi pada hari-hari biasa sangat sepi. Pada hari libur saja, pengunjungnya sangat terbatas”
 
Penat dengan rutinitas sehari-hari atau hiruk pikuknya kehidupan kota , tepat jika Anda menyambangi objek wisata Penangkaran Rusa Tanjungsari, Kabupaten Bogor. Lokasi wisata yang berada sekitar dua kilometer dari Jalan Raya Cariu-Tanjungsari ini diyakini bisa melepaskan kepenatan Anda dan kembali dengan pikiran yang segar.
Penangkaran Rusa Tanjungsari berdiri di tengah hutan dengan areal seluas 5ha. Objek wisata ini setidaknya menangkarkan sekitar 100 ekor rusa dari berbagai jenis. Di antaranya Rusa Tutul, Bawean dan Rusa Jawa. Sistem penangkarannya dibuat apik, sehingga pengunjung bisa berada di tengah-tengah kerumunan rusa.
Karena berada di tengah hutan, lokasi wisata ini sudah barang tentu menjanjikan kesejukan. Rimbunan pepohonan menghiasi seluruh areal penangkaran. Di luar koridor penangkaran, dikelilingi hutan belantara dan pegunungan.
Itu sebab, lokasi ini sangat tepat sebagai tempat menghilangkan penat. Setiap pengunjung akan merasakan nuansa alami yang kental dan jauh dari suasana hingar bingar perkotaan. Selain itu, objek wisata ini juga tepat sebagai sarana penambah wawasan tentang kehidupan fauna, khususnya rusa dan sekaligus perawatannya.
“Jadi  sangat cocok untuk tempat wisata keluarga,” ujar Ajum, salah seorang petugas penangkaran, belum lama ini.
Akses menuju lokasi tersebut relatif cukup mudah. Bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua atau lebih. Bahkan, bagi yang lebih menyukai menggunakan angkutan umum pun, tidak terlalu sulit menuju objek wisata tersebut. Cukup banyak trayek angkutan umum yang melintasi pintu masuk Penangkaran Rusa.
Hanya saja, para pengunjung tidak bisa menggunakan kendaraan langsung ke lokasi penangkaran. Pasalnya, untuk mencapai objek wisata tersebut hanya tersedia jalan setapak yang melintasi sungai yang cukup besar dan pebukitan.
“Karcis masuk pun relatif murah. Cukup membayar Rp3.000 per orang,” terang Ajum.
Sayangnya, meski sebenarnya menarik sebagai tempat wisata keluarga, pengelolaan Penangkaran Rusa yang beroperasi sejak 1984 sebagai terkesan masih setengah hati. Sarana pendukung semisal tempat para wisatawan bisa secara representative menikmati pemandangan sangat minim. Di tengah areal penangkaran hanya tersedia satu tower sederhana berkapasitas beberapa orang. Itu pun hanya terbuat dari kayu yang daya tahannya diragukan. Tidak mengherankan jika objek wisata tersebut relatif minim mendapat kunjungan wisatawan.
“Pengunjung tidak terlalu ramai. Apalagi pada hari-hari biasa sangat sepi. Pada hari libur saja, pengunjungnya sangat terbatas,” jelasnya.
Ajum sendiri tidak mau berkomentar seputar masalah pengelolaan dengan alasan ia hanya sebagai seorang petugas biasa. Sedangkan yang memegang kendali pengelolaan Penangkaran Rusa adalah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat.
Camat Tanjungsari Beben Suhendar juga menyatakan pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa untuk pengembangan objek wisata tersebut. Beben beralasan, pengelolaan Penangkaran Rusa di bawah Dinas Kehutanan dan selama ini tidak ada kerjasama dengan pihak kecamatan. O

Curug Ciomas Cariu, Wisata Alam Penuh Tantangan



 
“Salah satu gunung bahkan jika melintas di atasnya akan mengeluarkan bunyi. Setiap kita melangkah akan terdengar suara dung…dung…dung..”
 
Wisata sambil petualangan? Curug Ciomas Cariu direkomendasikan sebagai salah satu alternatif. Lokasi wisata yang berada sekitar 7km dari pusat Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor ini memiliki view yang cukup menawan, sekaligus menantang. Jadi tepat sebagai sarana wisata sambil berpetualang.
Curug Ciomas Cariu sebenarnya hanyalah sebuah bendungan irigasi yang mengatur pembagian air yang mengalir di Kali Ciomas di Desa Cikutamahi, Cariu. Bendungan tersebut digunakan untuk mensuplay kebutuhan pengairan sekitar 410ha areal persawahan. Yakni di Tonjong I dan II serta Cikubang.
Tapi, karena airnya cukup bersih serta arealnya yang relatif luas dan dikelilingi oleh pegunungan yang terjal, menghantarkan Curug Ciomas yang dibangun sekitar tahun 1965 ini menjadi salah satu objek wisata yang banyak digandrungi wisatawan. Khususnya wisatawan lokal yang berusia muda.
“Pengunjung hampir setiap hari libur membludak. Umumnya kalangan muda-mudi,” kata Kasi Pembangunan Kecamatan Cariu Bakri Hasan yang didampingi Sekretaris Desa Cikutamahi Karnaen saat ditemui di lokasi wisata tersebut, kemarin.
View yang cukup menawan, dengan hamparan areal persawahan sepanjang jalan menuju lokasi wisata itu serta jejeran pegunungan yang bentuknya unik-unik, menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan untuk mengunjungi objek wisata tersebut. Di samping tentunya Curug Ciomas yang bisa dijadikan sebagai tempat mandi.
“Di hari-hari libur panjang atau bahkan pada malam minggu, tidak jarang pula pengunjung memilih camping di pegunungan sekitar Curug,” tambah Karnaen.
Selain view yang menawan, Curug Ciomas berikut jejeran pegunungannya sangat tepat bagi wisatawan yang gandrung berpetualang. Setidaknya terdapat tiga gunung yang menunggu dijajal oleh petualang di sekitar curug. Ketiga gunung tersebut masing-masing Gunungputri, Gunung Lonjong dan Gunung Sereal.
Di samping keterjalannya yang menantang para petualang, deretan pegunungan tersebut juga sebagaimana diungkapkan Karnaen memiliki misteri. Salah satu gunung bahkan jika melintas di atasnya akan mengeluarkan bunyi. “Setiap kita melangkah akan terdengar suara dung…dung…dung..,” terangnya.
Misteri lainnya bahwa di atas pegunungan tersebut juga ada sebuah sumur yang dikelilingi bebatuan. Lokasi sumur itu sendiri terbilang ramai mendapatkan kunjungan. Setiap pengunjung malah dicatat identitasnya oleh seorang warga yang bertindak sebagai kuncen.
“Jadi sebenarnya lokasi ini sangat layak dikembangkan sebagai objek wisata andalan Kabupaten Bogor, terutama menyongsong Visit Bogor 2011 yang baru saja dicanangkan oleh Bupati Bogor Rachmat Yasin,” papar Bakri Hasan.
Saat ini, kawasan yang merupakan milik Departemen Kehutanan itu masih dikuasai oleh Perhutani. Pengelolaannya pun terbilang sangat sederhana. “Kita sudah melakukan lobi-lobi ke pihak terkait agar bisa dikelola secara maksimal. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi bisa terwujud,” imbuh Bakri. O

Curug Jodoh, Airnya Diyakini Bakal Mendatangkan Jodoh



“View lokasi wisata ini tidak kalah dengan objek-objek wisata air dan alam lainnya”
 
Wisata air dan alam memang menjadi salah satu andalan Kabupaten Bogor.  Di bagian Timur sendiri, objek-objek wisata ini terdapat di beberapa tempat. Itu antara lain karena wilayah itu sendiri terdapat hamparan pegunungan, tempat sumber mata air. Meski relatif banyak, objek wisata tersebut memiliki keunikan masing-masing. Tidak mengherankan jika pada hari-hari libur, hampir semuanya ramai pengunjung.
Curug Jodoh yang berlokasi di Desa Tanjungrasa, Tanjungsari misalnya, memiliki keunikan yang tidak ada di objek-objek wisata air dan alam lainnya di wilayah Kabupaten Bogor. Betapa tidak, air curug selama ini diyakini akan mendatangkan jodoh bagi mereka yang memandikannya.
“Biasanya kalau ada yang mandi di curug tersebut, tidak berapa lama kemudian akan mendapatkan jodoh,” kata Pandi, salah seorang warga setempat.
Keyakinan yang sudah meluas dari mulut ke mulut tersebut, menjadikan objek wisata ini ramai dikunjungi, terutama pada hari-hari libur. Umumnya, pengunjung lokasi wisata ini adalah para muda-mudi. Mereka biasanya datang secara rombongan.
Terlepas dari percaya atau tidak dengan keampuhan air curug tersebut, menurut warga tadi, tidak sedikit dari pengunjung, yang terekam dari bincang-bincang antarsesama pengunjung, yang benar-benar menemukan jodohnya setelah memandikan air Curug Jodoh.
“Curug Jodoh merupakan salah satu asset yang memiliki potensi untuk dikembangkan,” kata Kepala Desa Tanjungrasa Kusnadi.
Di luar adanya keyakinan sementara orang terhadap manfaat air curug, Curug Jodoh memang termasuk salah satu objek wisata yang menjanjikan. View lokasi wisata ini tidak kalah dengan objek-objek wisata air dan alam lainnya. Sepanjang perjalanan menuju lokasi wisata, yakni sekitar 3km dari Jalan Raya Cileungsi-Tanjungsari, para pengunjung sudah disuguhkan oleh nuansa pedesaan dan alam yang cukup indah.
Memasuki kawasan curug, para pengunjung diyakini mendapatkan kesegaran baru. Selain pemandangan di sekelilingnya, air curug yang cukup dingin dipastikan akan memberikan kesegaran baru bagi setiap pengunjung yang menyempatkan diri untuk mandi. “Sangat cocok sebagai tempat wisata bersama keluarga,” jelas Kusnadi.
Sejauh ini, Curug Jodoh masih dikelola oleh Pemerintah Desa Tanjungrasa. Kusnadi menyatakan, karena itu adalah salah satu asset di desanya, pihaknya berencana untuk mengembangkan objek wisata itu sehingga ke depan bisa lebih banyak lagi mendapatkan kunjungan. Terutama wisatawan lokal dan bahkan wisatawan mancanegara.
Terlebih di tahun depan, sebagaimana yang sudah dicanangkan Bupati Bogor Rachamt Yasin sebagai Visit Bogor 2011, objek wisata ini kita harapkan mampu menarik kunjungan masyarakat untuk datang ke Kabupaten Bogor. Hanya saja menurutnya, pengembangan objek wisatan tersebut akan lebih maksimal jika semua pihak memberikan dukungan penuh. O

Situs Batu Tapak Sukamakmur, Wisata Sejarah dan Mencari Wangsit



“Tidak jarang para pengunjung menginap di lokasi situs dengan beralaskan tikar seadanya”
 
Bebatuan berukuran raksasa di daerah pegunungan, seperti Sukamakmur, Kabupaten Bogor, tentu bukanlah sesuatu yang asing. Tapi jika di bebatuan tersebut terdapat simbol-simbol peradaban masa lalu sudah barang tentu menjadikannya sebagai sesuatu yang langka. Dan, itulah yang terdapat di Kampung Pasir Awi, Desa Sukamakmur, sebongkah batu raksasa yang di atasnya terdapat bekas tapak manusia.
Batu raksasa langka yang dinamai dengan ‘Batu Tapak’ itu sendiri digolongkan sebagai situs peninggalan sejarah. Meski riwayatnya sendiri tidak begitu jelas, situs tersebut kini dimasukkan sebagai asset sejarah yang dilindungi. Itu sebab, selain batu dibuatkan pelindung berbentuk pendopo, instansi yang menangani barang-barang purbakala juga menempatkan seorang tenaga sebagai penjaga sekaligus perawat situs.
“Penjaga tersebut mendapatkan insentif dari Pemkab Bogor dan Pemprov Jawa Barat,” kata Deden S, Staf Bagian Perekonomian dan Pembangunan Kecamatan Sukamakmur, belum lama ini.
Situs Batu Tapak termasuk salah satu objek wisata di wilayah tersebut yang banyak mendapat kunjungan para wisatawan. Tidak hanya pada hari-hari libur, pada hari-hari biasa sekalipun pengunjung tetap ada. “ Para wisatawan biasanya datang untuk memuaskan rasa ingin tahunya seputar tapak manusia yang ada di atas batu,” jelas Deden.
Tapak manusia yang terdapat di atas batu itu hanya sebelah dan tidak diketahui secara pasti milik siapa dan pemiliknya pun tidak diketahui hidup di tahun berapa. Soalnya, tidak ada catatan sejarah di lokasi situs. Beberapa warga yang ditemui juga mengaku tidak mengetahui secara pasti sejarah keberadaan situs tesebut.
Di samping memuaskan rasa ingin tahu, para pengunjung juga tidak sedikit di antaranya datang dengan tujuan tertentu, semisal mencari wangsit. Mereka yang datang dengan tujuan ini justru jauh lebih banyak dibanding wisata murni. Mereka berdatangan dari berbagai tempat. Di antaranya, Karawang, Banten dan bahkan dari Sumatera.
“Tidak jarang para pengunjung menginap di lokasi situs dengan beralaskan tikar seadanya,” papar Deden.
Terlepas dari motivasi para pengunjung, objek wisata sejarah itu sendiri seolah merana. Meski sudah menjadi salah satu objek wisata, pengelolaannya terkesan setengah hati. Jalan menuju situs rusak parah, sehingga sulit dilintasi kendaraan roda dua dan roda empat. Sarana prasarana pendukung di lokasi wisata itu sendiri sama sekali tidak ada.
Deden tidak membantah hal itu. Menurutnya, pihak kecamatan telah mengusulkan agar di objek wisata itu dibangun sarana prasarana pendukung. Adapun sarana prasarana yang sangat dibutuhkan para wisatawan adalah sarana tempat istirahat berupa bangunan saung, wc atau kamar mandi dan mushola. Yang tidak kalah pentingnya adalah perbaikan infrastruktur jalan menuju lokasi situs. O

Rawa Gede Sukamakmur, Wisata Mancing Mengasyikkan


 
“Tidak jarang para pemancing sampai menginap bermalam-malam di sini. Mereka mendirikan tenda masing-masing”
 
Dalam sektor parawisata, Kecamatan Sukamakmur termasuk lebih beruntung ketimbang enam kecamatan lain yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bogor bagian timur. Betapa tidak, kecamatan yang merupakan hasil pemekaran Jonggol ini menyimpan setidaknya lima objek wisata utama yang menarik. Yakni, Taman Pinus, Curug Ciherang, Batu Tapak, dan Rawa Gede serta Curug Cibeureum.
Rawa Gede serta Curug Cibeureum berada di Kampung Lewingdatar, Desa Sirnajaya, Sukamakmur. Tepatnya, sekitar 10km dari kantor kecamatan setempat. Sesuai namanya, Rawa Gede adalah areal rawa-rawa yang cukup luas dengan kedalaman air yang lumayan. Di sekelilingnya, terhampar panorama yang cukup indah dan diselimuti uadara yang sejuk.
Selama ini, sebagaimana diungkapkan beberapa warga setempat, Rawa Gede baru sebatas dikunjungi oleh warga yang memiliki hobi memancing. Itu tak lain karena rawa yang secara keseluruhan mencapai luas sekitar 1ha itu menyimpan banyak jenis ikan. “Tidak jarang para pemancing sampai menginap bermalam-malam di sini. Mereka mendirikan tenda masing-masing,” ujar Asep, salah seorang warga setempat.
Pengunjung tidak hanya warga sekitar. Menurut Asep, mereka banyak yang datang dari luar Kabupaten Bogor. Dan, mengutip pengakuan beberapa pemancing, tujuan mereka tidak semata-mata mendapatkan ikan dalam jumlah banyak, melainkan sekaligus wisata. Hal itu mengingat panorama sekitar Rawa Gede khususnya dan Sukamakmur secara keseluruhan cukup indah. “Jadi mereka menganggap lokasi ini sebagai tempat wisata mancing yang mengasyikkan,” imbuhnya.
Camat Sukamakmur Didin Wahidin membenarkan bahwa Rawa Gede merupakan salah satu objek wisata di wilayahnya yang banyak mendapatkan kunjungan. Ketertarikan pengunjung juga tidak terlepas karena di lokasi yang berdekatan juga terdapat Curug Cibeureum yang tidak kalah menariknya sebagai tempat wisata.
“Kedua objek wisata tersebut termasuk yang terus kita upayakan untuk dikembangkan secara maksimal, sehingga kelak bisa menjadi salah satu andalan parawisata di Kabupaten Bogor , sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Didin yang didampingi Deden S, staf Bagian Pembangunan dan Perekonomian Kecamatan Sukamakmur, kemarin.
Didin mengakui, sejauh ini pengelolaan kedua objek wisata tersebut belumlah maksimal. Rawa Gede misalnya yang memiliki areal seluas sekitar 1ha, sampai saat ini baru 3000m saja bisa dijadikan sebagai areal wisata mancing. Sisanya, masih dipenuhi rerumputan air. Sementara Curug Cibeureum kondisinya jauh lebih baik dan pengunjungnya pun sudah lumayan. O

Objek Wisata Menakjubkan yang Masih Perawan

“Ramainya para pengunjung ke objek wisata tersebut menurut Didin karena di lokasi yang berdampingan juga terdapat objek wisata Curug Ciherang”
 
SUKAMAKMUR: Jika Anda penyuka objek wisata yang masih alami atau belum banyak sentuhan teknologi, Taman Pinus, Sukamakmur, Kabupaten Bogor direkomendasikan untuk Anda kunjungi. Dipastikan Anda akan mendapat suguhan panorama yang masih ‘perawan’.
Objek wisata yang berjarak sekitar 9km dari pusat Kecamatan Sukamakmur terbilang sama sekali masih bebas dari rekayasa tata lokasi. Semuanya masih alami, sehingga para pengunjung dimanjakan dengan pemandangan alami.
Taman Pinus, sesuai dengan namanya merupakan areal yang dipenuhi pepohonan pinus dan berada di atas pegunungan. Tidak heran jika udara di kawasan objek wisata yang masuk dalam areal Perhutani ini cukup sejuk. Itu pula yang antara lain menjadi daya tarik objek wisata ini, selain panoramanya yang cukup menakjubkan.
Objek wisata yang tepatnya berlokasi di Desa Wargajaya ini bisa diakses melalui Citeureup dan Jonggol. Jalan lewat Citeureup relatif lebih baik ketimbang melalui Jonggol yang kini mengalami rusak parah. Jika menggunakan angkutan umum, selain memakan waktu yang cukup lama, pengunjung juga tidak bisa langsung sampai ke Taman Pinus. Soalnya, angkutan umum dari Jonggol-Sukamakmur hanya sampai ke titik pemberhentian yang jaraknya sekitar 9km dari lokasi objek wisata, sehingga pengunjung mesti menggunakan angkutan ojek.
Relatif jauhnya lokasi serta minimnya sarana angkutan umum, selama ini menurut Camat Sukamakmur Didin Wahidin seolah tidak menjadi penghalang bagi para wisatawan yang dating ke objek wisata tersebut. “Pengunjung umumnya datang dengan menggunakan kendaraan pribadi. Baik roda empat maupun roda dua,” terang Didin yang didampingi Deden, Bagian Ekonomi Pembangunan Kecamatan Sukamakmur, kemarin.
Jumlah pengunjung pun selama ini lumayan banyak. Bisa mencapai ribuan setiap bulannya. Sebagian di antara mereka bahkan ada yang menjadikan objek wisata tersebut sebagai tempat camping.
Selain panorama Taman Pinus, ramainya para pengunjung ke objek wisata tersebut menurut Didin karena di lokasi yang berdampingan juga terdapat objek wisata Curug Ciherang. “Curug ini pun cukup indah dan masih alami dan banyak menarik minat wisatawan,” paparnya.
Di samping karena panorama, semakin banyaknya jumlah pengunjung tidak terlepas dari promosi yang dilakukan pihak Kecamatan Sukamakmur dalam berbagai event. “Kita selalu mempromosikan objek wisata tersebut, meski sebenarnya itu masih di bawah pengelolaan Perhutani. Sayangnya, sejauh ini belum ada langkah konkrit dari pihak terkait untuk mengelola objek wisata itu secara maksimal,” pungkasnya. O

Hibahkan Lahan Untuk Jalan, Pengusaha Raih Penghargan Dari RY


 
”Saya mengucapkan terimakasih kepada Bupati Bogor atas pemberian penghargaan ini. Hal ini sebagai bentuk apresiasi beliau atas apa yang sudah saya lakukan, yakni menghibahkan lahan untuk kepentingan pembangunan jalan tembus Poros Tengah Timur ruas Sukamakmur”

TANJUNGSARI: Upaya yang dilakukan H Budi Santoso, pemilik RM Malibo Tanjungsari untuk memajukan wilayah itu dengan kerelaannya menghibahkan tanah miliknya untuk pembangunan Jalan Poros Tengah Timur ruas Kecamatan Sukamakmur-Tanjungsari, mendapatkan apresiasi dari Pemerintah Kabupaten Bogor. Pengusaha yang memiliki lahan yang cukup luas tersebut meraih penghargaan dari Bupati Bogor Rachmat Yasin (RY)
“Piagam penghargaan itu diserahkan belum lama ini. Saya mengucapkan terimakasih kepada Bupati Bogor atas pemberian penghargaan ini. Hal ini sebagai bentuk apresiasi beliau atas apa yang sudah saya lakukan, yakni menghibahkan lahan untuk kepentingan pembangunan jalan tembus Poros Tengah Timur ruas Sukamakmur,” kata H Budi Santoso yang ditemui di restoran miliknya, akhir pekan kemarin.
Untuk kepentingan pembangunan jalan tersebut, H Budi Santoso menghibahkan lahannya sepanjang 1,3km dengan lebar 30 meter. Selain Budi, beberapa warga lainnya, sejauh ini juga telah menghibahkan lahannya untuk hal yang sama. Di antaranya, Ir Midian sepanjang 700m dan PT BJA sepanjang 1,5km. Total panjang yang dibutuhkan untuk penyambungan Poros Tengah Timur itu adalah 15km.
Kerelaan Budi untuk menghibahkan lahannya sebanyak itu untuk kepentingan umum, menurutnya tak lain sebagai bentuk kepeduliannya untuk memajukan wilayah Tanjungsari dan sekitarnya yang selama ini masih belum tergarap secara maksimal.
Selama ini, minimnya sarana infrastruktur di wilayah Kecamatan Tanjungsari dinilai sebagai salah satu pemicu belum optimalnya penggarapan objek wisata yang ada di kawasan itu.“Saat ini pihak swasta sudah banyak yang berinvestasi dalam bidang wisata di kawasan Bogor Timur, baik itu wisata kuliner maupun wisata yang mengandalkan pemandangan alam. Namun, tanpa adanya dukungan yang kongkret dari pemerintah, potensi yang seharusnya dapat berkembang ini akan terabaikan,” jelas Budi.
Dari segi keindahan alam, kawasan Bogor Timur khususnya wilayah Cariu, Sukamakmur dan Tanjungsari tidak kalah dengan kawasan Puncak. “Udara di sini sangat sejuk, pemadangan juga sangat indah karena banyak bukit dan pegunungan,” jelasnya.
Namun, keindahan alam tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Masih kurangnya perhatian dari pemerintah daerah terhadap potensi alam itu, terlihat dari sulitnya akses jalan menuju lokasi wisata. Seperti di Curug Ciherang yang ada di Kecamatan Sukamakmur. Menurutnya, air terjun Ciherang sangat indah, namun dikarenakan tidak adanya promosi dan akses jalan yang kurang mendukung, potensi tersebut menjadi terabaikan. “Pihak swasta yang telah berinvestasi tetapi tidak di dukung oleh pemerintah pasti tidak akan bertahan lama. Karena yang namanya bisnis tentunya harus mendapatkan keuntungan, jika tidak ada keuntungan pasti gulung tikar,” paparnya.
Karena itu, lanjut Budi, pihak swasta sangat mengharapkan adanya kepedulian dan perhatian dari pemerintah daerah. Paling tidak, akses jalan menuju lokasi wisata merupakan akses yang mudah dijangkau dan tidak banyak jalan yang rusak.
”Karena kita menyadari betul pentingnya sarana infrastruktur itu dalam pembangunan suatu daerah, maka saya cukup antusias menyambut dan mendukung penyambungan jalan tembus Poros Tengah Timur. Saya optimis, dengan terealisasinya pembangunan jalan ini, maka percepatan pembangunan di wilayah tanjungsari dan sekitarnya akan tercapai,” imbuhnya. O